Jangan Takut Krismon 1998 Terulang, Ini Bedanya dengan Sekarang
Saturday, April 18, 2020
Edit
Pengusaha sempat khawatir kondisi kerusuhan periode 1998 akan terulang di tengah pandemi. Sebenarnya apa bedanya krisis 1998 dengan krisis yang dialami saat ini?
Peneliti CSIS Fajar B Hirawan mengungkapkan krisis yang terjadi pada 1998 dipicu oleh gangguan di pasar keuangan. Seperti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi sangat cepat.
Kemudian respons kebijakannya fokus di pasar keuangan dan ekonomi secara umum.
Sedangkan krisis ekonomi akibat COVID-19 pemicu utamanya adalah penyebaran wabah dan virus yang mengganggu seluruh aspek ekonomi, khususnya perdagangan, kinerja industri manufaktur dan jasa serta pasar uang.
"Kebijakan yang ditempuh tidak hanya fokus pada masalah ekonomi atau keuangan, tetapi juga terkait masalah kesehatan dan kemanusiaan," kata Fajar saat dihubungi detikcom, Sabtu (18/4/2020).
Baca juga: Tak Akan Ada Kerusuhan Seperti 1998 Selama Pemerintah Lakukan Ini
Dia menjelaskan krisis pada 1998 juga sangat berbeda dengan saat ini. Mulai dari kesiapan otoritas moneter dan fiskal saat mengantisipasi dampak krisis.
"Contohnya pada 1998, penanganan moneter waktu itu hanya ditangani Bank Indonesia (BI). Sekarang ada OJK dan LPS yang bahu membahu dengan BI untuk menangani masalah di sektor keuangan," imbuh dia.
Kemudian dari sisi fiskal, pemerintah saat ini juga lebih responsif dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi, khususnya menjaga sektor konsumsi rumah tangga, karena memang pada dasarnya sudah banyak belajar dari kasus krisis 1998 dan 2008 lalu.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan krisis saat ini diyakini tidak seburuk periode 1998. Karena fundamental dan infrastruktur ekonomi jauh lebih baik.
"Dunia usaha belum krisis, demikian juga perbankan. Rasio kredit bermasalah ada tekanan tapi masih dalam batasan wajar," imbuh dia.
Sementara dari sisi pemerintah dan otoritas sudah sangat siap dengan berbagai protokol untuk mengantisipasi krisisi. "Termasuk terakhir dikeluarkannya Perppu. Krisis diyakini bisa dimitigasi dengan baik," jelas dia.
Artikel Asli
Peneliti CSIS Fajar B Hirawan mengungkapkan krisis yang terjadi pada 1998 dipicu oleh gangguan di pasar keuangan. Seperti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi sangat cepat.
Kemudian respons kebijakannya fokus di pasar keuangan dan ekonomi secara umum.
Sedangkan krisis ekonomi akibat COVID-19 pemicu utamanya adalah penyebaran wabah dan virus yang mengganggu seluruh aspek ekonomi, khususnya perdagangan, kinerja industri manufaktur dan jasa serta pasar uang.
"Kebijakan yang ditempuh tidak hanya fokus pada masalah ekonomi atau keuangan, tetapi juga terkait masalah kesehatan dan kemanusiaan," kata Fajar saat dihubungi detikcom, Sabtu (18/4/2020).
Baca juga: Tak Akan Ada Kerusuhan Seperti 1998 Selama Pemerintah Lakukan Ini
Dia menjelaskan krisis pada 1998 juga sangat berbeda dengan saat ini. Mulai dari kesiapan otoritas moneter dan fiskal saat mengantisipasi dampak krisis.
"Contohnya pada 1998, penanganan moneter waktu itu hanya ditangani Bank Indonesia (BI). Sekarang ada OJK dan LPS yang bahu membahu dengan BI untuk menangani masalah di sektor keuangan," imbuh dia.
Kemudian dari sisi fiskal, pemerintah saat ini juga lebih responsif dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi, khususnya menjaga sektor konsumsi rumah tangga, karena memang pada dasarnya sudah banyak belajar dari kasus krisis 1998 dan 2008 lalu.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan krisis saat ini diyakini tidak seburuk periode 1998. Karena fundamental dan infrastruktur ekonomi jauh lebih baik.
"Dunia usaha belum krisis, demikian juga perbankan. Rasio kredit bermasalah ada tekanan tapi masih dalam batasan wajar," imbuh dia.
Sementara dari sisi pemerintah dan otoritas sudah sangat siap dengan berbagai protokol untuk mengantisipasi krisisi. "Termasuk terakhir dikeluarkannya Perppu. Krisis diyakini bisa dimitigasi dengan baik," jelas dia.
Artikel Asli